Rumah Adat Mbaru Niang - Budaya Indonesia
Tari Bedhaya Tari Reog Mbaru Niang

Sabtu, 28 Oktober 2017

Rumah Adat Mbaru Niang






Mbaru Niang di desa Wae rebo Flores Mbaru Niang adalah rumah adat yang berada di Pulau Flores Indonesia. Rumah adat Mbaru Niang ini sangat unik berbentuk kerucut dan memiliki 5 lantai dengan tinggi sekitar 15 meter. Rumah adat Mbaru niang ini sangat langka karena hanya tinggal beberapa dan hanya terdapat di kampung adat Wae Rebo yang terpencil di atas pegunungan. Usaha untuk mengkonservasi Mbaru Niang telah mendapatkan penghargaan tertinggi kategori konservasi warisan budaya dari UNESCO Asia-Pasifik tahun 2012 dan menjadi salah satu kandidat peraih Penghargaan Aga Khan untuk Arsitektur tahun 2013.
Deskripsi
Mbaru Niang berbentuk kerucut dengan atap yang hampir menyentuh tanah. Atap yang digunakan rumah adat Mbaru Niang ini menggunakan daun lontar. Mirip rumah adat "honai" di Papua, Mbaru Niang adalah rumah dengan struktur cukup tinggi, berbentuk kerucut yang keseluruhannya ditutup ijuk. Mbaru Niang memiliki 5 tingkat dan terbuat dari kayu worok dan bambu serta dibangun tanpa paku. Tali rotan yang kuatlah yang mengikat konstruksi bangunan. Setiap mbaru niang dihuni enam sampai delapan keluarga.
Setiap lantai rumah Mbaru Niang memiliki ruangan dengan fungsi yang berbeda beda yaitu:
  • tingkat pertama disebut lutur digunakan sebagai tempat tinggal dan berkumpul dengan keluarga
  • tingkat kedua berupa loteng atau disebut lobo berfungsi untuk menyimpan bahan makanan dan barang-barang sehari-hari
  • tingkat ketiga disebut lentar untuk menyimpan benih-benih tanaman pangan, seperti benih jagung, padi, dan kacang-kacangan
  • tingkat keempat disebut lempa rae disediakan untuk stok pangan apabila terjadi kekeringan,
  • tingkat kelima disebut hekang kode untuk tempat sesajian persembahan kepada leluhur.

Lokasi dan akses

Lokasinya berbatasan langsung dengan Taman Nasional Komodo. Berada sekitar 1.100 mdpl, Wae Rebo merupakan sebuah desa terpencil yang dikelilingi pegunungan dan panorama hutan tropis lebat di Kabupaten Manggarai Barat, Pulau Flores. Wae Rebo kini telah tumbuh menjadi tujuan favorit untuk eko-pariwisata. Untuk sampai ke Wae Rebo, dapat dipilih jalur melalui Ruteng dan trekking dari Desa Sebu Denge ke Sungai Ras Wae.
Desa Wae Rebo bisa ditempuh 4 jam perjalanan darat dari Ruteng dengan medan berkelok menuju Desa Dintor. Dari Dintor kemudian jalan langsung menanjak. Melewati pematang sawah dan jalan setapak dari Sebu sampai Denge. Perjalanan masih berlanjut menuju Sungai Wae Lomba. Barulah setelah sungai itu akan tiba di Desa Wae Rebo.
Filosofi Rumah Mbaru Niang.
Mbaru Niang bukan hanya sekedar tempat berlindung dari cuaca dan
gangguan dari luar. Bagi suku Manggarai yang menghuni desa Wae Rebo,
Mbaru Niang merupakan wujud keselarasan manusia dengan alam serta
merupakan cerminan fisik dari kehidupan sosial warga desa Wae Rebo.
Konon dulunya leluhur suku Manggarai yang bermukim di dataran
Flores memiliki delapan orang pewaris. Oleh karena itu terdapat delapan suku
yang tersebar di dataran Flores. Namun leluhur mereka saat itu tidak
membangun delapan rumah untuk dihuni oleh masing-masing kepala keluarga.
Hanya terdapat tujuh buah Mbaru Niang yang masing-masing Mbaru Niang
dihuni oleh tujuh keluarga dari setiap suku.
Tujuan para leluhur terdahulu adalah agar sosialisasi antar suku semakin
erat dan dapat terus terjalin hubungan antar tiap keluarga. Oleh karena itu sudah
sangat jelas maksud dan tujuan dari pembangunan tujuh buah Mbaru Niang.
Bentuk rumah panggung menjadikan Mbaru Niang sebagai rumah yang
sempurna sebagai tempat perlindungan dari hewan buas dan berdasarkan dari
letak geografisnya, desa Wae Rebo berada pada wilayah gempa empat dan lima
sehingga bentuk rumah panggung juga sangat kondusif untuk wilayah tersebut.
Seperti umumnya rumah tradisional Indonesia, Mbaru Niang yang
berlantai lima ini adalah rumah komunal. Di dalamnya hidup sekitar delapan
keluarga. Setengah dari rumah adat terdiri dari kamar-kamar tidur yang disusun
melingkar mengelilingi pusat. Sedangkan setengah yang lain adalah ruang
terbuka untuk berkumpul. Di ruang itulah Warga Waerebo biasa menerima tamutamunya.Para leluhur dahulu membuat tujuh buah rumah dengan formasi setengah lingkaran. Di bagian tengah adalah rumah gendang (niang gendang) atau rumah utama, yang berukuran lebih besar dan memiliki puncak yang sedikit berbeda.Dan enam rumah lain disebut niang gena atau rumah biasa.

Sumber : kupdf
Refrensi (1):SSC STIKI
Refrensi (2):STIKI Malang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar